Abenk Alter Bicara Karya Seni dan Musiknya
Abenk Alter Bicara Karya Seni dan Musiknya
Lebih dulu dikenal sebagai seorang vokalis grup Soulvibe dan musisi, Abenk Alter kini mulai memantapkan posisinya sebagai salah satu seniman terkemuka. Lukisannya identik dengan eksplorasi bentuk bernuansa abstrak dan pulasan palet warna cerah. Namun, pada pameran solo terakhirnya, pria bernama lengkap Rizqi Ranadireksa ini “mengecoh” penikmat seni dengan lukisan bergaya hitam-putih. Urban Icon bertemu dengannya dan berbincang soal karya seni, kebebasan berkarya, dan gaya penampilannya yang versatile dengan sentuhan vintage.
Abenk Alter dan bermusik
Hello, Abenk. Bisa diceritakan apa saja kesibukanmu sekarang?
Kesibukannya masih seputar berkesenian. Ada juga beberapa proyek komersial yang lagi dikerjakan, misalnya berkolaborasi dengan brand, mengerjakan mural dan lukisan submission, dan lain-lain. Saya juga lagi mengerjakan persiapan pameran kolektif di Singapura. Pokoknya, masih mengerjakan seputar visual dan fine arts.
Bagaimana untuk proyek di bidang musik? Apakah ada proyek yang Abenk sedang kerjakan?
Belum ada. Sebenarnya, tahun ini saya ada rencana mau mengeluarkan sesuatu. Tapi, beberapa proyek seni yang saya kerjakan memang cukup makan waktu, jadi musik bukan jadi prioritas untuk sekarang ini. Saya lagi mau fokus dulu di dunia seni.
Kalau bisa menengok kembali ke belakang, masih ingat bagaimana Abenk Alter jatuh cinta pertama kali dengan dunia seni?
Dari kecil, saya memang suka gambar. Ibu saya dulu suka kasih kertas buat bahan saya menggambar. Kalau lagi main ke rumah kakek, saya juga suka dikasih kertas buat gambar. Di lingkungan keluarga, saya memang dikenal suka gambar. Tapi dari dulu memang saya tidak punya orang yang membimbing dan memberi tahu kalau menggambar bisa menjadi pilihan karier atau achievement. Begitu juga dengan musik. Saya memang masih saudara jauh dengan Bimbo, tapi tidak ada figur musisi di dalam keluarga. Yang saya tahu, kakek saya suka menari dan nenek suka menulis puisi. Dunia musik akhirnya saya seriusi lebih dulu karena faktor pergaulan.
Baca juga: Daftar Galeri Seni di Jakarta
Bisa diceritakan sedikit, bagaimana dulu awalnya bisa berkecimpung di industri musik?
Saya sudah dikenal suka nyanyi dari SD. Saya juga les gitar dan piano dari kecil, tapi waktu itu masih belum sadar kalau dunia musik bakal jadi pilihan karier. Sewaktu SMP, saya diajak gabung band yang serius. Waktu itu, vokalisnya ada dua, saya sama Andien. Lucu saja, saya sampai sekarang masih suka menulis beberapa lagu buat Andien. Dari nge-band itulah saya mulai serius menekuni dunia musik.
Kalau berkaitan dengan gambar, punya kenangan menarik yang masih kamu ingat? Misalnya, dulu kamu mungkin pernah menang lomba gambar.
Seingat saya, memang beberapa kali ikut lomba. Soalnya ibu memang mendukung. Tapi tidak pernah menang. Waktu itu yang menang lomba gambar sampai beberapa kali itu malah kakak saya.
Abenk akhirnya lebih dikenal pertama kali di dunia musik. Sewaktu sibuk bermusik, apakah sempat meninggalkan aktivitas menggambar?
Saya menekuni dunia musik memang sudah lama dan benar-benar mulai dari bawah. Tampil dari panggung ke panggung sampai akhirnya kemudian punya beberapa album. Saya suka musik karena proses kreativitasnya, bukan karena ingin terkenal atau tampil di panggung. Sewaktu proses rekaman, saya selalu berpartisipasi membuat aransemen. Sampai akhirnya, saya mulai berani menulis lagu sendiri. sewaktu bermusik, saya masih suka menggambar. Kuliah juga dulu di jurusan Desain Komunikasi Visual. Dari dulu saya tidak pernah meninggalkan gambar, tapi tidak pernah yakin bahwa hobi ini bisa jadi pilihan karier.
Abenk Alter dan karya seninya
Apa momen titik balik yang akhirnya memicu Abenk untuk lebih serius menekuni dunia gambar?
Prosesnya panjang. Tahun 2011 desakan dari dalam diri untuk kembali lagi ke gambar semakin kuat. Mungkin karena sudah lama di dunia musik dan masih merasakan batasan dalam berkarya, saya selalu mencari cara lain untuk bisa mendapatkan fulfilment. Sampai akhirnya, sewaktu mengerjakan tugas akhir kuliah S1, saya bikin buku yang isinya banyak ilustrasi buatan sendiri. Dosen saya waktu itu kaget karena baru tahu kalau saya bisa menggambar, Sewaktu kuliah, saya memang tidak menunjukkan potensi di situ. Dosen itu, namanya Pak Jul, menyarankan saya untuk coba melukis dengan serius.
Bisa diceritakan pengalaman saat memamerkan karya visualmu untuk pertama kalinya?
Pertama kali saya bikin pameran sendiri. Saya waktu itu baru keluar dari band, jadinya ingin membuat sebuah statement lewat pameran itu. Waktu itu bikin di Treehouse Kemang pada tahun 2014. Saya pajang beberapa gambar dan ilustrasi di situ. Pada acara pembukaannya, saya juga tampil bawakan lagu buatan sendiri. Waktu itu juga sebenarnya belum ada keseriusan buat menekuni dunia seni visual. Saya waktu itu cuma mau menunjukkan kalau saya bisa gambar. Waktu itu ada yang tawar sebuah karya instalasi, tapi akhirnya saya tidak kasih.
Baca juga: 5 Pameran Seni 2019 yang Paling Ditunggu
Bagaimana rasanya waktu tahu kalau ada yang tertarik untuk membeli karyamu?
Rasanya, tidak percaya. Pertama kali ada orang yang mau beli, malah akhirnya saya kasih cuma-cuma. Waktu saya ikut pameran tahun 2015, ada seseorang yang terkenal mau beli karya saya. Saya memang kagum sama dia dan senang ternyata karya saya diapresiasi. Akhirnya, saya malah kasih karya saya itu. Pada tahun 2016, saya pasang karya saya di Instagram, kemudian ada yang suka dan berniat membeli. Itulah pertama kalinya karya saya dibeli.
Bagaimana Abenk Alter mendeskripsikan gaya melukis dalam karya sendiri?
Saya sendiri merasa sulit untuk mendeskripsikannya. Saya terinspirasi oleh banyak hal yang ada di sekitar. Tapi saya memang merasa sangat tertarik dengan Islamic mysticism. Saya suka dengan konsep-konsep unik yang ada di dalamnya, misalnya tentang relasi antara tampilan visual dengan audio atau konsep dualitas dalam kehidupan. Saya sendiri merasa kalau setiap karya merupakan bentuk usaha memahami diri sendiri dan apa yang terjadi di sekitar.
Abenk Alter Dalam berpameran dan kolaborasi
Pameran solo Abenk di Ruci pada akhir tahun 2018 lalu mengeksplorasi palet warna hitam dan putih. Berbeda sekali dengan ciri khas karyamu yang berkesan selalu colourful. Bisa diceritakan apa ada alasan di balik itu?
Satu, saya tidak mau terjebak dalam persepsi orang-orang. Saya tidak mau dianggap sebagai seniman yang cuma suka melukis dengan warna-warna cerah. Karya-karya dalam pameran itu jadi bukti sikap saya yang tidak mau didikte dalam berkarya. Kedua, pameran itu ada hubungannya dengan konsep identitas dan validitas. Apa yang menjadi diri kita itu karena ada validasi orang. Tapi apa yang jadi validasi orang bukan berarti lahir dari apa yang kita self-proclaimed. Bicara soal identitas dan validasi yang saling melengkapi ini sebenarnya juga bagian dari konsep dualitas. Hidup sendiri penuh dengan konsep dualitas, misalnya pagi-malam, baik-buruk, dan hitam-putih. Ketiga, saya memang selalu merasa happy kalau membuat doodle berwarna hitam dan putih. Saya biasanya menganggap doodle ini sebagai hal yang remeh. Eksplorasi untuk pameran itu merupakan bentuk saya meng-embrace identitas diri sendiri.
Abenk dikenal sebagai seniman yang suka berkolaborasi. Padahal, dalam berkolaborasi biasanya seorang seniman tidak bisa idealis sepenuhnya dan harus berkompromi. Apa ada pertimbangan khusus yang melatarbelakangi Abenk dalam menerima tawaran kolaborasi?
Sebagai seniman yang tinggal di Jakarta yang dikenal dengan aspek komersialisme, saya beruntung bisa mendapat banyak kesempatan. Saya sadar kalau saya harus bisa seimbang dalam berkarya yang sebebas-bebasnya dan terbuka mengerjakan proyek komersil. Berkolaborasi itu sesungguhnya ada seninya juga, berkompromi dan berkomunikasi dengan orang misalnya. Tapi saya tetap selektif dalam memilih proyek komersil. Lagipula, ada juga kok seniman yang seimbang mengerjakan proyek idealis dan komersialnya, seperti KAWS, Takashi Murakami, dan Eko Nugroho.
Apakah ada proyek kolaborasi yang sebentar lagi akan dirilis?
Dalam waktu dekat, saya akan meluncurkan proyek kolaborasi dengan salah satu fashion brand lokal.
Kalau lagi melukis, apakah Abenk suka mendengarkan musik untuk bisa mendapatkan inspirasi?
Lucunya, saya lebih menikmati kalau melukis tanpa mendengarkan musik. Kalau mendengarkan musik juga biasanya hanya di awal atau saat karyanya sudah hampir mau jadi. Biasanya, musik yang didengarkan itu yang beraliran alpha wave. Musik biasanya berguna buat menjaga mood biar tambah semangat.
Baca juga: Kegiatan Seni Wajib Coba Berdasarkan Zodiak Kamu
Style fashion Abenk Alter
Mari bicara soal fashion. Bisa deskripsikan bagaimana gaya personalmu dalam berpenampilan?
Saya orangnya sangat versatile dalam berpenampilan. Saya memang orangnya banyak mau. Kadang saya suka tampilan preppy, tapi kadang juga suka pakai celana pendek atau bergaya sporty. Tapi meskipun suka mengubah gaya penampilan, saya selalu berusaha memasukkan aksesoris dengan elemen retro atau etnik.
Ada aksesori yang kamu koleksi?
Belakangan ini, saya lagi suka mengoleksi aksesori bergaya etnik. Saya memang lagi ingin mengenal dan mengapresiasi budaya dalam negeri. Saya juga suka sneakers. Tapi kalau beli sneakers, saya lebih suka brand yang memang suka bukan karena lagi jadi tren.
Pernah punya pengalaman paling gila waktu mengejar fashion item impian?
Sebenarnya, bukan paling gila, tapi saya punya pengalaman menarik. Waktu itu saya lagi suka sneakers koleksi kolaborasi Nike x Comme Des Garcons yang warnanya pink dan hitam. Sempat mencari ke mana-mana, bahkan sampai titip istri ke New York, tidak berhasil juga. Lucunya, saya malah ketemu di salah satu situs belanja sneakers lokal, koleksi pre-loved dengan harga yang sangat murah. Ukurannya pas juga sama kaki saya. Itu salah satu pengalaman paling lucu sih.