Andandika Surasetja Bercerita Tentang Fashion Lewat Moral
Hai Dika, boleh ceritakan bagaimana kamu memulai Moral?
Dari dulu saya punya ketertarikan pada fashion dan cita-citanya ingin kuliah desain tapi ternyata saya buta warna. Akhirnya saya kuliah Jurnalistik di Unpad dan sempat kerja di majalah fashion selama 3 tahun sebelum di awal 2016 memutuskan resign dan fokus merilis label sendiri. Untuk belajar bangun brandsebetulnya sudah dari 2013, mulai dari hal paling sederhana seperti bikin kaos dan sweatshirt, tapi saya butuh belajar 3 tahun untuk mengerti konstruksi, bahan, siluet, sampai rekayasa bahan. Dari yang tadinya cuma ambil dari supplier, sekarang kita bisa bikin bahan sendiri juga. Nama Moral sebetulnya stands for “Moral of the Story”, jadi memang setiap koleksi dibangun dengan background story atau isu yang kita angkat sebagai jiwa untuk keseluruhan koleksi tersebut. Kalau dulu saya cerita lewat kata-kata sekarang saya cerita lewat garments.
Baca juga : 5 Inspirasi Trend Aksesoris Tahun Baru Ala Selebriti
Perjalanan Anandika Surasetja Membangun Brand Moral
Apa yang menjadi inspirasi utama bagi Moral?
Inspirasi datang dari kehidupan sehari-hari dan pengalaman pribadi. Misalnya di koleksi “Mercusuar”, saya cerita tentang friendship, inspirasinya dari sahabat-sahabat terdekat saya yang sudah berteman dari 2001 sampai sekarang. Ada momen patah hati juga atau tentang keluarga, pokoknya yang dekat dengan saya.
Apa tantangan terbesar yang dirasakan saat membangun brand dari nol?
Ketika mau mewujudkan sesuatu yang jadi impian kita, di saat yang sama kita juga harus menghadapi ketakutan terbesar kita. Selain pressure yang tinggi ke diri sendiri, kita juga harus belajar koordinasi dengan banyak orang dan timing yang tepat, which is very challenging. Ketika salah strategi, kamu akan merasa gagal, tapi setelah melewati semua itu kamu bisa belajar dan begitu melihat orang yang mengapresiasi karya kita, itu hal yang priceless.
Bagaimana cara Moral membangun identitas brand yang berbeda dari brand lain?
Membangun identitas brand sama seperti membangun identitas manusia. Butuh waktu untuk mengenali sebetulnya kekuatan kita ada di mana dan membidik pasar yang tepat. Apa yang tepat buat brand lain belum tentu tepat untuk brand kamu. Formula yang tepat untuk Moral adalah berkolaborasi dengan orang lain dalam membuat campaign atau presentasi. Sebagai brand, kita ingin bercerita tapi kita juga jangan lupa mendengarkan input customer, biar tetap relevan dengan apa yang orang ingin pakai.
Seberapa penting peran media sosial saat ini untuk memperkenalkan sebuah brand?
Tidak bisa dipungkiri, peran media sosial sangat penting tapi balik lagi ke pilihan kontennya seperti apa. Kalau Moral, dibanding hanya menampilkan sosok tertentu seperti influencer, kami ingin konten visual yang mengikat secara emosional. Medium yang paling kuat untuk itu adalah fashion film.
Apa pencapaian yang paling berkesan sejauh ini?
Kita pernah dapat award sebagai most innovative local brand di Jakarta Fashion Week tahun 2017, lalu di 2018 mewakili Indonesia di ajang Asia NewGen Fashion Award yang digelar Harper’s Bazaar dan dapat juara dua di level Asia. Di awal 2019 ini kita juga akan tampil di Harbin Fashion Week di Cina. Tapi tetap yang paling berkesan adalah ketika kita lihat orang pakai baju kita dan mereka merasa bangga memakainya, itu priceless dan mengalahkan award apapun.
Apa saran yang bisa kamu berikan untuk mereka yang ingin membuat label sendiri?
Kamu harus tahu apa yang kamu mau, bagaimana kamu ingin orang melihat brand kamu, kamu juga harus punya bayangan brand ini cocoknya buat siapa dan mesti yakin, karena pada proses perjalanannya akan sangat berat. Kamu akan ragu berkali-kali ke diri sendiri dan keputusan yang kamu ambil, jadi kamu harus ingat apa yang kamu mau dan harus jujur pada diri sendiri. Ungkapan “there is nothing new under the sun” itu benar banget di dunia fashion dan sebagai desainer baru sebetulnya wajar kalau kamu terinspirasi dari referensi orang lain. Itu tahap yang wajar karena anak kecil pun pasti mengikuti orang dewasa dulu, baru ketika beranjak remaja dan dewasa dia harus menemukan jati dirinya sendiri. Semua orang pasti melewati fase itu jadi ya dijalani saja. Baru ketika sudah menemukan jati diri, kamu harus stay true to yourself.
Baca juga : Brand Story: Koleksi Pilihan Summer 2018
Apa aksesori yang disarankan untuk melengkapi total looks dari Moral?
Moral is unisex and very versatile, walaupun secara presentasi sering dibilang cutting edge, tapi kalau kamu break down satu per satu, kamu pasti menemukan essential piece yang bisa kamu pakai dan tidak perlu menjadi orang lain. Aksesori apapun yang kamu rasa “kamu banget” bisa dipakai, misal kamu selalu pakai jam tangan, itu oke. Kalau kamu suka tas, dari yang besar dan very oversized sampai tas yang mini dan very micro juga masih masuk untuk dipadankan dengan Moral.
Style Anandika Surasetja
Kalau personal style kamu sendiri seperti apa?
Sehari-hari saya sangat practical, pakai yang nyaman tapi at the same time saya juga harus terlihat presentable. Karena itu, di Moral kita bikin misalnya coat yang heavy tapi juga ada yang very light. Kalau orang pikir di Jakarta tidak bisa pakai coat, coba dulu coat dari Moral karena rasanya enteng banget seperti pakai jaket biasa. Kalau mau lebih dress up, baru saya pakai yang materialnya lebih heavy.
Apa aksesori andalan kamu untuk sehari-hari?
Tas. Saya selalu suka pakai tote bag, mau yang ukurannya medium sampai yang extra large. Terkadang, dalam satu kesempatan saya bisa bawa tiga tote bag sekaligus dan untuk pemilihan bahan saya suka yang terbuat dari kanvas dan kulit. Belakangan saya juga suka yang bahannya plastik.
Terakhir, apa resolusi tahun ini untuk dirimu sendiri dan Moral?
Kalau untuk diri sendiri, saya ingin menjadi orang yang lebih menyenangkan dan lebih positif. Saya juga ingin lebih disiplin work out dan rutin lari. Kalau buat Moral, tahun 2019 ini saya punya cerita penting, sebuah kesimpulan yang ingin saya sampaikan. Tidak harus besar, tapi bermakna dalam.