Asmara Abigail Bicara Tentang Akting dan Film
Asmara Abigail Bicara Tentang Akting dan Film
Sejak pertama tampil di film Pengabdi Setan, sosok Asmara Abigail langsung jadi sorotan banyak penggemar sinema Indonesia. Pesona memukau dengan aura eksotis yang ia bawakan membuatnya kemudian tampil di banyak film Indonesia dengan peran yang juga menantang, seperti Sultan Agung, The Science of Fiction, dan terakhir Gundala. Pertengahan Oktober 2019, Asmara akan kembali ke layar lebar sebagai Ratih di film Perempuan Tanah Jahanam (Impetigore). Kali ini, kami mengunjungi kediaman Asmara untuk berbincang soal passion, lifestyle, dan ketertarikannya dengan dunia film.
Apa kesibukan yang belakangan ini sedang kamu jalani?
Asmara Abigail: Aku lagi sibuk promosi film Perempuan Tanah Jahanam, kurang lebih setiap harinya ada media visit bersama cast yang lain seperti Bu Christine Hakim, Marissa Anita, Tara Basro, Ario Bayu, dan yang lainnya. Jadi setiap hari kalau siang kita kerjaannya muter-muterin kantor media. Kalau sorenya, aku ada reading buat produksi baru lagi. Jadi, lumayan padat deh.
Belakangan kamu lebih populer namanya sebagai seorang aktris. Namun, kamu juga memiliki gelar magister di bidang Marketing & Branding for Luxury Products. Boleh ceritakan sedikit nggak, perjalanan karir kamu?
Asmara: Aku dulu ambil kuliah di LaSalle College International Jakarta jurusan Fashion Business, dan karena aku suka banget Bahasa Italia, jadi aku ambil kelas di Istituto Italiano di Cultura Jakarta. Setelah itu, kecintaanku terhadap Italia membuat aku mulai riset tentang beasiswa di Milan. Akhirnya aku apply buat di Haute Couture Fashion Academy yang bernaung di bawah Camera Nazionale della Moda Italiana dan aku dapat beasiswanya. Aku lupa antara 40% atau 60% beasiswa waktu itu, tapi surprisingly memang nggak terlalu susah saat itu untuk apply beasiswa dan responnya cukup cepat.
Akhirnya setelah setahun, aku lulus dari sana dengan gelar Master dan predikat Cum Laude di sana, lalu pulang ke Indonesia. Ternyata, setelah mencoba untuk kerja kantoran, aku nggak punya passion di sana.
Berarti setelah lepas kuliah langsung menjajal bidang akting?
Asmara: Sebenarnya dari sebelum kuliah pun aku tahu bahwa aku ingin kerja di bidang film, karena sedari kecil aku suka banget nonton film. Aku besar di hutan seperti ini, hahaha (bercanda sambil menunjuk sekitaran rumahnya), terus aku juga belum punya adik waktu itu, jadi film dan Barbie adalah teman aku saat itu. Jadi biasanya either aku nonton film terus recreate the scene sendiri, atau aku bikin cerita dengan main Barbie.
Nah di rumah juga banyak majalah fashion seperti Vogue, Harper’s Bazaar, dan lain-lain karena tante aku juga suka fashion. Aku memang memutuskan untuk kuliah ambil fashion karena kalau di sini aku nggak tahu mau belajar akting di mana, dan pada saat itu kuliah fashion business lebih appealing karena banyak yang bisa dipelajari juga.
Kalau tidak salah, kamu juga punya background di dancing, ya?
Asmara: Jadi aku tuh dari kecil juga suka dancing karena film, karena banyak film tentang tarian yang aku tonton. Cuma, dari kecil aku nggak pernah ikut les menari, karena dulu sudah ikut les Kumon dan lain-lain (tertawa) jadi aku sudah terlanjur capek. Kebetulan waktu itu gap year antara pas aku selesai kuliah di Milan dan balik ke Jakarta belum dapat kerja, aku magang selama 3 bulan di Bali. Karena aku nggak suka banget kerja di kantor, aku ambil les pole dancing dan tango selama 3 bulan berturut-turut, bahkan Sabtu dan Minggu aku juga les.
Berarti kalau misal ditanya passion lebih kemana antara fashion, dance, atau film, kamu lebih memilih film ya?
Asmara: Pastinya lebih ke akting. Dancing dan modelling itu lebih kayak part of acting itself. Aku juga merasa bahwa dancing itu sangat membantu untuk menggali perasaan. Kalau modelling, aku sangat suka proses photoshoot. Aku lebih sering bergerak saat pose, jadi menari secara slow-motion itu membantuku punya lebih banyak variasi pose saat photoshoot.
Kita boleh dapat sneak peek tentang peran kamu di Perempuan Tanah Jahanam?
Asmara: Perempuan Tanah Jahanam adalah cerita tentang keluarga, rahasia, dan warisan. Intinya itu. Awal ceritanya dari Maya dan Dini, dua sahabat yang berkunjung ke desa karena sebuah rahasia tentang warisan tersebut. Aku cuma bisa bocorin, nama peran aku Ratih, salah satu perempuan di desa tersebut. Dia hidup dan besar di desa yang tertutup. Dia harus mengikuti norma-norma yang berlaku secara sosial di desa tersebut, jadi dia tidak bisa mengikuti kata hatinya, tidak bisa mencurahkan pendapatnya, malah mungkin dia tidak tahu kalau dia boleh berpendapat dan memperjuangkan apa yang dia percayai. Nah, beda banget sama aku yang memang free spirit, jadi untuk menjadi karakter seperti Ratih itu sangat challenging buat aku.
Baca Juga: Yoshua Tanu Barista Kopi di St. Ali Jakarta yang Fashionable
Kalau berperan sebagai Desti Nikita di film Gundala, apa yang paling challenging dalam memerankan karakternya?
Asmara: Action-nya itu yang paling challenging, karena aku nggak punya background di bela diri, tapi apa yang aku punya di dancing sangat membantu untuk koreografi yang aku dapatkan. Juga, setelah aku ikut Gundala, aku menemukan bahwa yang penting untuk film action adalah bagaimana caranya untuk kelihatan jago di depan kamera, jadi koreografinya sudah dibentuk sedemikian rupa. Nah, karena tokoh ‘Anak Bapak’ di film Gundala juga sangat banyak, sangat challenging bagi aku untuk tampil outstanding dan beda di antara yang lain.
Image source: @asmaraabigail
Peran kamu di Perempuan Tanah Jahanam kelihatannya sangat berbeda dengan Desti Nikita di film Gundala. Bagaimana caranya untuk tetap bisa stay in character biarpun dua film tersebut tanggal produksinya lumayan berdekatan?
Asmara: Kalau aku biasanya selesai satu produksi langsung liburan dulu. Karena proses shooting itu sendiri sangat melelahkan. Crew dan cast bahkan bisa sampai nggak tahu hari dan waktu, seperti hidup di dalam semesta film tersebut. Ada tuntutan untuk stay in character setiap harinya. Jadi memang mesti diistirahatkan secara total supaya fresh lagi untuk bisa mulai dari awal, sehingga kalau misal ada produksi baru, kita bisa lebih fit untuk mulai lagi.
Perempuan Tanah Jahanam itu kan shootingnya di daerah hutan sekitaran Banyuwangi, ada tantangan lain nggak dalam memproduksi film ini selain dari segi akting?
Asmara: Jadi lokasi Perempuan Tanah Jahanam itu banyak sekali yang sebenarnya belum pernah dipakai untuk shooting. Tim produksi kami itu sebenarnya menggali tempat baru untuk shooting. Mereka harus buka jalan sendiri, dan saat hujan, karena di sekitaran lokasi tanahnya masih merah, jadi mobilnya stuck. Nggak bisa jalan, kecuali pakai 4×4 atau diderek. Karena jarang sinyal juga, jadi nggak bisa pakai HT atau ponsel untuk berkomunikasi.
Jalan satu-satunya adalah kita nunggu mobil lewat aja. Menunggu nasib jadinya, hahaha (tertawa). Bu Christine Hakim malah memutuskan untuk menginap di kaki Gunung Ijen bersama para kru yang masih harus set peralatan hanya beberapa jam sebelum istirahat.
Image: @asmaraabigail
Gundala dan Perempuan Tanah Jahanam ini sama-sama proyek film yang padat. Apakah ada resep rahasia supaya kamu bisa tetap fit baik fisik maupun mental?
Asmara: Kuncinya sebenarnya adalah di tim produksinya. Abang (Joko Anwar) selalu memastikan agar timnya benar-benar selalu happy saat proses produksi berlangsung. Susah banget sebenarnya mendapat tim produksi yang bisa mengerti hal tersebut. Jadi kita semua dibuat sangat nyaman bekerja bersama. Kita semua sudah tahu pakemnya, plus sudah saling kenal, jadi enak untuk kerja bareng. Energinya sangat positif, sangat profesional, dan Joko Anwar selalu taking care of his crew and cast.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Film Gundala
Apakah saat ini ada goal yang sedang kamu coba untuk achieve?
Asmara: Italian cinema is my favorite. Aku sebetulnya sangat ingin mulai masuk produksi film Italia. Saat belajar di Istituto Italiano di Cultura Jakarta aku masuk klub sinema, jadi setiap ada film-film Italia yang diputar setiap minggunya di sana, aku nggak pernah ketinggalan buat nonton. Ada banyak list sutradara Italia favorit aku, dan aku punya mimpi untuk bisa kerja bareng mereka.
Sebenarnya tahun ini juga menarik karena aku baru selesai produksi film pendek dengan salah satu sutradara asal Italia, namanya Francesco. Waktu itu kita syutingnya di Nusa Lembongan. Namun lewat produksi itu, aku juga sudah cukup merasa senang, karena dengan ini berarti tidak menutup kemungkinan buat aku untuk bisa shooting dengan sutradara-sutradara Italia favorit aku.
Boleh sebutkan 3 sutradara Italia yang paling kamu suka?
Asmara: Giuseppe Tornatore, Federico Fellini, Marco Tullio Giordana.
Punya tips bagi mereka yang sedang merintis karir di bidang akting?
Asmara: Aku punya tips. Banyak yang ingin jadi aktris, tapi bingung, kenapa sih pengennya? Apa karena ingin berkarya, atau ingin terkenal, atau cuma ikut-ikutan. Menurut aku, kita itu harus tahu apa yang kita inginkan. Apakah karena kita ngefans sama sutradaranya, atau karena memang kita suka sama film atau bagaimana. Aku sering bingung, pengin akting kok karena pengin terkenal? Kenapa pengin terkenal, karena menurut aku jadi terkenal itu gerah banget, hahaha (tertawa).
Aku pribadi sebenarnya akting karena ingin berkarya. Makanya aku sekarang bekerja dengan sutradara-sutradara yang aku sudah menonton dan suka filmnya dari awal, seperti Garin Nugroho, Joko Anwar, Yosep Anggi Noen. Bagi aku sekarang, itu pencapaian atas sebuah mimpi.
Waktu SMP aku nonton Janji Joni sekarang aku bisa kerja bareng Joko Anwar. Aku dulu ke sekolah bawa-bawa VCD Daun di Atas Bantal, lalu film pertama aku kerja sama Garin Nugroho. Buat aku itu sebuah timeline yang manis sekali.
Nah, apakah seperti itu motivasi mereka yang ingin menjadi aktor atau aktris sekarang? Karena kalau misal keinginannya bukan dari passion, susah banget karir kita untuk bertahan, karena nggak ada yang mendorong kita untuk mau terus belajar supaya bisa tetap bersaing di industri film.
Kalau melihat filmografi kamu, kelihatan bahwa peran-peran yang kamu ambil itu bisa dibilang selalu challenging. Nah, apakah memang kamu selektif dalam memilih peran yang ditawarkan?
Asmara: Sebenarnya nggak sih, lebih kayak jodoh saja. Dua-duanya saling mencari dan saling menemukan, gitu hahaha (tertawa). Kalau kata Rumi, “What you are looking for is also looking for you”.
Nah, aku pun senang mendapatkan tawaran tersebut. Karena ya itu tadi, semua yang bekerja sama dengan saya adalah apa yang memang saya sudah senangi sejak awal. Ketika aku dapat satu project, yang pertama aku cari tahu adalah siapa sutradaranya dan bagaimana skripnya. Dua ini yang paling penting buat aku memutuskan apakah ambil project-nya atau tidak.
Kami dengar dulu kamu punya cita-cita jadi atlet berkuda ya?
Asmara: Sebenarnya cita-cita aku waktu kecil itu jadi pemain sirkus yang bisa lompat-lompat di atas kuda. Terus, keluarga aku juga background-nya equestrian. Dari kecil, aku juga sudah suka dengan figur wanita berkuda karena menurut aku, figur perempuan ideal adalah Pocahontas, hahaha (tertawa) free spirit, bisa loncat ke air terjun, bertualang kesana kemari. Seperti itu perempuan ideal menurutku.
Image source: @asmaraabigail
Baca Juga: Mengintip Karya Katherine Karnadi
Seperti apa sih personal style kamu dalam keseharian? Adakah ciri khas styling yang selalu melekat sehari-hari?
Asmara: Semakin besar, aku semakin mengerti gaya seperti apa yang harus aku kenakan. Aku suka campuran dari something yang exotic, elegant, dan peculiar. I think to become timeless, we need something elegant. Seperti perempuan-perempuan dengan Parisian style, mau sampai nenek-nenek pun mereka tetap elegan.
Lalu karena aku sering ke luar negeri, barang-barang yang aku pakai banyak yang nggak ada di sana. Jadi aku sering banget pakai Lulu Luthfi Labibi, atau Toton, atau Mahija, dan itu eye-catching banget buat orang sana. Mereka pasti sering nanya, “Beli di mana?” dan segala macam. Aku juga suka sesuatu yang aneh, grande, dan orang jarang mau kenakan, hence, peculiar.
Apakah kamu punya aksesori wajib yang selalu dipakai?
Asmara: Aku sering banget pakai anting, ini dari Mahija. Kebetulan desainernya juga teman dekatku. Aku senang banget pakai produk teman-teman aku karena kesannya jadi lebih personal juga. Kalau jam tangan, aku pakai Skagen, waktu itu dibeliin pacar aku. Itu hadiah dari dia di Natalan kita pertama. Kalau melihat itu, jadi membayangkan Lady Diana, hahaha (tertawa).